Hari Ini, Fadli Zon Resmikan Museum PDRI di Kawasan Monumen Nasional Bela Negara: Belasan Tahun Terbengkalai, Belum Teregister di Sistem



SagoNews.com - 
Setelah bertahun-tahun mangkrak dan terbengkalai, Museum Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), akhirnya  diresmikan. Museum di Kawasan Monumen Nasional (Monas) Bela Negara, tepatnya di Jorong Sungaisiriah, Nagari Kototinggi, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota,  Sumatera Barat, itu bakal diresmikan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, DR. H. Fadli Zon, S.S.,M.Sc Datuk Bijo Dirajo Nan Kuniang, pada Kamis ini (19/12), bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara.

Catatan
M. FAJAR RILLAH VESKY
Anggota DPRD Limapuluh Kota

"Iya. Museum PDRI di Nagari Kototinggi akan kita resmikan pada 19 Desember, bertepatan dengan peringatan Hari Bela Negara 2024. Pada hari yang sama, kita juga akan meresmikan Museum  Tan Malaka di Nagari Pandamgadang," kata Fadli Zon  saat kami mengunjungi Gua Lida Ajer di kawasan Perbukitan Kojai, Nagari Tungkar, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Minggu lalu (15/8).

Kabar yang disampaikan Menteri asal Nagari Lubuak Batingkok, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota ini laksana setetes embun di tengah dahaga. Betapa tidak, pembangunan Museum PDRI di Kawasan Monas Bela Negara sudah digagas hampir 15 tahun silam. Namun, tidak kunjung jelas juntrunganya. Rakyat di daerah basis PDRI, terutama di Nagari Kototinggi  menanti bagaikan pungguk merindukan bulan.

Asal diketahui saja, pembangunan Museum PDRI di Kawasan Monas Bela Negara, sudah digagas sejak kurun 2009 dan 2010 silam. Pencetusnya, tidak hanya Forum Bela Negara Sumbar bersama Pemprov Sumbar. Tapi juga terlibat Menteri Dalam Negeri kala itu, Dr. H. Gamawan Fauzi, S.H., M.M. Datuk Rajo Nan Sati. Tentu saja, bersama Yayasan Peduli Perjuangan PDRI 1948-1949, DHD 45 Sumbar, Pemkab Limapuluh Kota, dan stakholders lain yang saking banyaknya, tidak dapat ditulis satu per satu lewat tulisan ini.

Gagasan pembangunan Monas Bela Negara muncul untuk merespons terbitnya Keputusan Presiden (Keprres) Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Hari Bela Negara. Dimana, dalam Keppres yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu ditegaskan,  bahwa 19 Desember 1948 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut terbentuk PDRI dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan pemerintahan NKRI.

Presiden SBY dalam Keppres Nomor 28 Tahun 2006 itu menegaskan, bahwa dalam upaya lebih mendorong semangat kebangsaan dalam bela negara, dalam rangka mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, dipandang perlu untuk menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara. Sayangnya, dalam Keppres ini tidak dinyatakan Hari Bela Negara sebagai hari libur nasional.

Maka tidak heran, meski sudah 18 tahun lamanya tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Bela Negara. Tapi, selama dua dasawarsa terakhir ini pula, peringatan Hari Bela Negara, hanya terasa hangat di Sumatera Barat sebagai basis utama perjuangan PDRI. Itupun belumlah di seluruh kabupaten/kota. Sedangkan di penjuru lain di Indonesia, pesona peringatan Hari Bela Negara, belum terpancar. Malah, ada daerah yang ditengarai tidak memperingati sama sekali.

Mudah-mudahan, pada era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang patriotik sejati, peringatan Hari Bela Negara,  lebih disemarakkan lagi. Bukan untuk euforia, tapi untuk memperkuat identitas dan jati diri bangsa. Apalagi, untuk mewujudkan 8 misi Asta Cita, 17 program prioritas, dan 8 program hasil terbaik cepat Prabowo-Gibran, perlu dinyalakan api semangat bela negara dan patriot merah putih yang pantang menyerah kepada segenap anak bangsa. 

*KILAS BALIK MUSEUM PDRI*
Kembali kepada Museum PDRI, meski sudah digagas sejak 2009 dan 2010 silam. Namun, peletakan batu pertamanya baru dilakukan sekitar Desember 2012 oleh Menteri Pertahanan kala itu, Purnomo Yusgiantoro, bersama Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim, dan Bupati Limapuluh Kota dr. Alis Marajo Dt Sori Marajo. Pembangunan sempat tersendat karena terjadinya tarik-ulur penentuan lokasi museum dan monumen.

Seperti diketahui, daerah-daerah yang menjadi basis PDRI di Sumatera Barat, tidak hanya Kabupaten Limapuluh Kota. Tapi juga Bukittinggi, Pagadih di Agam, Pulau Punjung di Dharmasraya, Abai Sangir dan Bidar Alam di Solok Selatan, serta Silantai, Sumpur Kudus di Kabupaten Sijunjung. Adapun di Kabupaten Limapuluh Kota, basis perjuangan PDRI tak hanya Kototinggi, tapi juga Suliki, Lareh Sago Halaban, Luhak, Situjuah Limo Nagari, Kotokociak, dan Padangjopang.

Begitu banyaknya daerah yang menjadi basis perjuangan PDRI, membuat penentuan lokasi pembangunan museum menjadi alot dan dinamis. Hingga akhirnya diputuskan Museum PDRI dibangun di Nagari Kototinggi. Sedangkan tugu dan monumen PDRI dibangun di Halaban dan Bukittingi. Namun, sampai kini, untuk pembangunan monumen dan tugu PDRI di Halaban atau Bukittinggi, belum terwujud.

Sedangkan untuk pembangunan Museum PDRI di Nagari Kototinggi, prosesnya panjang dan berliku.
 Berdasarkan rencana awalnya, museum yang berdiri di atas lahan seluas 50 hektare, hibah dari masyarakat Nagari Kototinggi ini, tidak hanya terdiri museum dan monumen. Tapi, dilengkapi ruang pertemuan, masjid,penginapan, plaza, restauran, dan gerbang. 

Semula, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan Musem PDRI atau Monas Bela Negara, diperkirakan Rp579 miliar. Namun kemudian disepakati menjadi Rp268 miliar. Sampai Desember 2022 ini, bangunan di kawasan Monas Bela Negara atau Museum PDRI, baru ruang pertemuan dan museum. Sedangkan bangunan lainnya belum berdiri.

Maklum saja, pembangunan museum ini sempat mangkrak. Dari enam Kementerian yang direncanakan akan 'mengeroyok' pembangunannya, baru Kemendikbud dan Kemenhan yang memperlihatkan keseriusan. Sementara, Kemsos, Kementerian PUPR, Kemendagri, dan Kemenparekraf
belum terlihat aksi nyatanya.

Saking seriusnya mengurus Monumen Bela Negara atau Museum PDRI, sejak 2013 sampai 2017 Kemendikbud sudah mengucurkan anggaran Rp42 miliar. Namun, pembangunan tidak kunjung selesai. Bahkan sempat mangkrak pada 2017. Membuat, Mendikbud kala itu, Muhadjir Efendi, yang sempat menjabat Menko-PMK, menjadi meradang. Muhadjir yang berkunjung ke Kototinggi, bahkan nyaris menyetop proses pembangunan museum

Setelah dilakukan evaluasi, baru pembangunan dilanjutkan kembali pada 2018. Setelah, empat tahun sudah berlalu atau pada 2022 silam. Monas Bela Negara atau Monas PDRI di Nagari Kototinggi, mulai terlihat wujud dan rupanya. 
Ada dua bangunan besar yang terdapat di sana. 

Bangunan kanan dari jalan masuk utama, berfungsi sebagai ruang pertemuan atau auditorium. Sedangkan bangunan kiri yang dindingnya dilengkapi lukisan Soekarno-Hatta dan Mr Syafruddin Prawiranegara, dijadikan sebagai Museum PDRI.

Bangunan yang dijadikan sebagai Museum ini terdiri dari tiga lantai. Di lantai dasarnya, terdapat kolam berbentuk oval dengan effect pencahayaan yang keren. Di belakang kolam atau di dinding lantai dasar, terpampang sejarah panjang perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari 1945 sampai 1948.

Sedangkan di lantai dua yang terhubung dengan jenjang di kanan dan kiri, terdapat pula rangkaian sejarah perjuangan PDRI yang disajikan dengan cukup menarik. Sehingga membuat cerita sejarah menjadi tidak menjemukan. Terdapat pula berbagi foto, lukisan, dan infografis yang menarik dipandang mata. 

"Desain Museum PDRI ini, menarik dan kekinian. Anak-anak muda, pasti suka melihatnya. Karena tidak hanya kaya pengetahuan sejarah, tapi juga Instagramable atau tempat yang bagus untuk berfoto," kata seorang rekan arsitek jebolan Universitas Bung Hatta Padang saat kami mengunjungi Museum PDRI,  tahun lalu.

Sementara di lantai atas atau lantai tiga Museum PDRI ini, penulis belum bisa melihat langsung kondisinya karena akses ke sana hanya bisa dilewati dengan lift. Saat penulis datang tahun lalu, lift tersebut belum bisa dinaiki. Namun dari lantai dua, terlihat jika desain museum di lantai tiga, tidak kalah keren dan kekinian.

*SETELAH DIRESMIKAN, HARUS DIREGISTRASI*
Museum PDRI nan keren dan kekinian itulah yang akan diresmikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon pada Kamis ini (19/12). Setelah diresmikan, mau tidak mau, Museum PDRI di Kototinggi, harus
dilaporkan atau didaftarkan dalam sistem registrasi nasional museum.

Ini penting dilakukan, karena di Sumatera Barat sendiri, sejauh ini baru 9 museum yang terdata dalam sistem registrasi nasional museum. Yakni, Museum Kelahiran Rumah Buya Hamka di Sungai Batang Maninjau, Museum Tuanku Imam Bonjol di Pasaman, dan Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta di Bukittinggi. 

Kemudian, Museum Situs Lubang Tambang Mbah Soero di Sawahlunto, Museum Kereta Api Sawahlunto, dan Museum Gudang Ransoem di Sawahlunto. Selanjutnya. Istana Basa Pagaruyuang di Tanahdatar, Museum Rumah Adat Nan Baanjuang di Bukittinggi, dan UPTD Museum Adityawarman di Padang.

Sedangkan museum-museum lainnya, termasuk Museum PDRI atau Museum Bela Negara di Nagari Kototinggi yang sudah dirancang dengan konsep kekinian dan menelan dana puluhan miliar rupiah, sampai kini belum terdata dalam sistem registrasi nasional museum. Padahal, pada tahun 2025 nanti, arah kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik, salah satunya ditujukan untuk museum.

Ya. Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang  dirilis Kementerian Keuangan dijelaskan bahwa, Arah Kebijakan Fiskal DAK Nonfisik Tahun 2025, tidak hanya meningkatkan mutu layanan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah dalam rangka pelaksanaan Wajib Belajar 13 Tahun serta mendorong akselerasi penuntasan sertifikasi guru. Tapi juga meningkatkan kualitas pelayanan museum dan taman budaya untuk mendukung pemajuan kebudayaan.

Bagaimana mungkin, Museum PDRI nan aduhai rancaknya di Kototinggi bisa go public, bila museum itu  belum tercatat dalam sistem registrasi nasional museum. Inilah yang perlu menjadi perhatian bersama  setelah Museum PDRI di Kawasan Bela Negara dieresmikan.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon,  setuju dengan hal tersebut. "Setelah diresmikan, kita akan lakukan langkah itu," kata  Fadli Zon, didampingi anggota DPR-RI Ade Rezeki Pratama, dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumbar, Undri, saat kami diskusi sepulang dari Gua Lida Ajer.

Semoga sajan semua rencana untuk memajukan Museum PDRI di Kawasan Monumen Nasional Bela Negara dapat diwujudkan. Karena meminjam ungkapan pahlawan nasional dan Ketua PDRI, Mr. Syafruddin Prawiranegara, menghentikan perjuangan berarti penghianatan terhadap cita-cita semula dan terhadap korban-korban yang telah jatuh mati atau cacat di medan perjuangan. (***)