Khutbah Jum'at, 4 Oktober 2024 KESOMBONGAN DAN SIFAT MERASA LEBIH BAIK DARI ORANG LAIN



DESEMBRI, SH, MA
(Ketua BKSM Kota Payakumbuh)

الحمد لله الذي أمرنا بالتواضع ونها عن الكبر. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، الداعي إلى مكارم الأخلاق، اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
أٓما بعد، فيا أيها الناس اتقوا الله، أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون
فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : 
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah shalat Jum'at yang dirahmati Allah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan sepenuh hati, melalui ketaatan yang nyata dalam menjalankan segala perintah-Nya serta berusaha keras untuk menjauhi segala larangan-Nya. Ketakwaan ini tidak hanya menjadi pengukur keimanan kita, tetapi juga menjadi jalan keselamatan dan kebahagiaan di dunia maupun akhirat. 

Tak lupa, marilah kita senantiasa mengucapkan shalawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, sosok teladan yang telah membawa umat manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam. Melalui perjuangan beliau, kita mengenal ajaran yang benar, yang membimbing kita menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Sikap sombong merupakan salah satu perilaku yang sangat tidak disukai, baik oleh manusia maupun oleh Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang senang berinteraksi dengan orang yang sombong, karena kesombongan menimbulkan rasa tidak nyaman dan merusak keharmonisan dalam hubungan sosial. Lebih dari itu, Allah SWT pun sangat membenci hamba-Nya yang sombong. Kesombongan adalah sifat yang menunjukkan bahwa seseorang merasa lebih tinggi, lebih mulia, dan lebih baik dari orang lain, seolah-olah lupa bahwa segala kelebihan yang dimiliki hanyalah titipan dari Allah yang sewaktu-waktu bisa diambil.

Kesombongan bukan hanya sekadar sikap, tetapi juga merupakan penyakit hati yang berbahaya. Ia merusak diri dari dalam, menutup pintu-pintu kebaikan, dan menjauhkan seseorang dari rahmat Allah SWT. Kesombongan membuat seseorang sulit menerima nasihat, menolak kebenaran, dan memandang rendah orang lain, padahal setiap manusia di sisi Allah sama, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaannya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita bahwa kesombongan bisa menjadi penghalang seseorang untuk masuk surga, sebagaimana sabdanya:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi." (HR. Muslim).

Hadits ini merupakan peringatan tegas dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang bahaya kesombongan dalam kehidupan seorang mukmin. Kesombongan, atau merasa diri lebih tinggi dan lebih baik dari orang lain, adalah penyakit hati yang dapat merusak keimanan dan menghalangi seseorang dari meraih surga. Rasulullah mengungkapkan bahwa bahkan kesombongan yang sekecil biji sawi sekalipun, yaitu hal yang sangat kecil dan hampir tak terlihat, bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk masuk ke dalam surga.

Kesombongan pada dasarnya berasal dari ketidakmampuan seseorang untuk bersyukur dan melihat dirinya sebagai hamba Allah yang lemah dan membutuhkan. Setiap kelebihan yang dimiliki seseorang sejatinya adalah karunia dari Allah, bukan hasil dari kekuatan atau usaha diri sendiri. Karena itu, seharusnya kelebihan yang dimiliki justru mendorong seseorang untuk lebih tawadhu (rendah hati) dan selalu mengingat bahwa segala sesuatu datang dari Allah.

Hadirin yang dimuliakan Allah,
Salah satu contoh kesombongan yang sangat terkenal dalam Al-Qur'an adalah kisah Iblis ketika ia menolak sujud kepada Nabi Adam AS. Allah SWT memerintahkan seluruh malaikat dan Iblis untuk sujud sebagai bentuk penghormatan kepada Adam. Peristiwa tersebut digambarkan dalam ayat :
قَا لَ مَا مَنَعَكَ اَ لَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗ قَا لَ اَنَاۡ خَيْرٌ مِّنْهُ ۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّا رٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ
"(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?" (Iblis) menjawab, "Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 12)

Iblis merasa lebih mulia karena diciptakan dari api, sementara ia memandang rendah Nabi Adam 'alaihissalam yang diciptakan dari tanah. Dalam pandangan Iblis, api lebih unggul daripada tanah, padahal keduanya adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dengan keistimewaan dan peran masing-masing. Kesombongan Iblis yang menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Adam bukanlah sekadar penolakan fisik, melainkan wujud dari kesombongan hati yang menganggap dirinya lebih baik dan lebih mulia. Akibat dari kesombongannya, Iblis diusir dari surga dan dikutuk hingga hari kiamat.

Sifat sombong yang ditunjukkan oleh Iblis inilah yang kemudian diwariskan kepada manusia-manusia yang sombong. Mereka merasa lebih baik, lebih tinggi, dan lebih mulia dari orang lain hanya karena harta, kedudukan, ilmu, atau keturunan yang mereka miliki. Padahal, segala sesuatu yang dimiliki manusia adalah karunia dari Allah yang harus disyukuri dan tidak sepatutnya menjadi alasan untuk merendahkan orang lain.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain akan merusak hubungan kita dengan sesama manusia dan menghilangkan keberkahan hidup. Sifat ini memunculkan permusuhan, perpecahan, dan saling merendahkan. Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang yang sombong akan sulit menerima kritik, enggan mendengarkan pendapat orang lain, dan cenderung memandang rendah orang-orang di sekitarnya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّا سِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَ رْضِ مَرَحًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَا لٍ فَخُوْرٍ 
"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri." (QS. Luqman 31: Ayat 18)

Ayat ini mengandung pesan yang mendalam tentang pentingnya menjaga akhlak dan sikap rendah hati dalam berinteraksi dengan orang lain. Luqman, sebagai seorang ayah yang bijaksana, menasihati anaknya untuk tidak menunjukkan kesombongan atau merasa lebih tinggi dari orang lain. Kesombongan dapat merusak hubungan sosial dan membuat seseorang terasing dari lingkungan sekitarnya. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengajarkan kita untuk menghargai dan menghormati sesama manusia, tanpa memandang status, kekayaan, atau kedudukan mereka.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Setelah menerima larangan untuk bersikap sombong, sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk mengembangkan sifat tawadhu' atau rendah hati. Tawadhu' merupakan salah satu nilai moral yang sangat penting dalam Islam, yang mencerminkan sikap hormat dan pengakuan terhadap martabat orang lain. Dengan memiliki sifat ini, seorang Muslim tidak hanya menunjukkan kerendahan hati kepada Allah, tetapi juga kepada sesama manusia.

Tawadhu' bukan berarti merendahkan diri secara negatif, melainkan lebih kepada sikap menghargai dan tidak merasa lebih unggul daripada orang lain. Dalam berbagai ajaran Nabi Muhammad SAW, kita diajarkan bahwa sikap rendah hati membuka jalan bagi kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat, serta memperkuat tali persaudaraan antarumat. Karena itu, penting bagi kita untuk terus menerapkan nilai tawadhu' dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial maupun dalam hubungan kita dengan Allah.

Dalam sebuah hadits yang bersumber dari sahabat ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اَللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا, حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ, وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku, hendaknya kalian tawadhu’ hingga tidak ada seorang yang berbuat dzalim kepada yang lainnya dan tidak ada seorang yang merasa bangga di atas yang lainnya.” (HR. Muslim)

Inilah teladan yang harus kita ikuti: sikap tawadhu' yang seharusnya menjadi bagian integral dari kehidupan kita. Sikap tawadhu' bukan hanya sekadar menunjukkan kerendahan hati, tetapi juga merupakan bentuk penghormatan kita terhadap sesama manusia. Kita harus ingat untuk tidak memandang rendah orang lain, sebab setiap individu memiliki nilai dan martabat yang sama di hadapan Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, hanya dengan menanamkan sikap tawadhu' dalam diri kita, kita akan memperoleh penghargaan, baik dari Allah maupun dari manusia. Hal ini sangat penting, karena kesombongan hanya akan membawa kita pada kebinasaan dan kehampaan.

Marilah kita senantiasa melakukan introspeksi diri, menggali kedalaman hati kita, dan berusaha menjauhkan sifat sombong yang dapat merusak hubungan kita dengan Allah dan sesama. Kita perlu menyadari bahwa segala yang kita miliki di dunia ini—baik harta, ilmu, maupun status sosial—sebenarnya hanyalah titipan dari Allah. Tidak ada yang patut kita banggakan di hadapan-Nya, karena semua itu adalah anugerah yang harus kita syukuri dan manfaatkan sebaik mungkin.

Dengan ketawadhu’an yang tulus, kita tidak hanya akan mendapatkan keridhaan Allah, tetapi juga kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang berasal dari rasa syukur dan penghargaan terhadap apa yang telah Allah berikan kepada kita. Mari kita terus berusaha untuk memperbaiki diri dan menjalani kehidupan dengan penuh kerendahan hati, sehingga kita dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain dan berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang harmonis dan saling menghormati.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل الله منا ومنكم تلاوته، إنه هو السميع العليم