Khutbah Jum'at, 27 September 2024 MENJAGA NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PROSES PEMILU



DESEMBRI, SH, MA
(-Ketua Badan Kerjasama Masjid dan Mubaligh {BKSM} Kota Payakumbuh-
-Advokat/Pengacara pada Kantor Advokat Penyeimbang-)
الحمد لله رب العالمين، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له.
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلّى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلّم تسليماً كثيراً.
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم 
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَ مٰنٰتِ اِلٰۤى اَهْلِهَا ۙ
Hadirin jama'ah Jum'at yang mulia.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita haturkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Zat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk menjalani kehidupan ini. Tak lupa, kita panjatkan salawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sosok teladan yang membawa kita keluar dari kegelapan menuju cahaya Islam. Semoga rahmat, keberkahan, dan kesejahteraan senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Hadirin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah.
Pemilu merupakan salah satu instrumen fundamental dalam sebuah negara demokrasi, di mana rakyat diberikan hak dan kesempatan untuk memilih pemimpin yang akan mengemban amanah pemerintahan. Pemilihan umum bukan sekadar prosedur politik, melainkan bagian dari tanggung jawab moral dalam memilih figur yang akan memimpin dan mengarahkan arah kebijakan negara. Dalam konteks Islam, pemilu memiliki dimensi spiritual yang sangat mendalam, karena pemimpin yang terpilih tidak hanya bertanggung jawab atas kebijakan publik, tetapi juga atas kesejahteraan umat secara keseluruhan. Seorang pemimpin harus mampu menegakkan keadilan, melindungi hak-hak rakyat, dan memajukan masyarakat menuju kebaikan yang diridhai Allah SWT. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur'an,
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَ مٰنٰتِ اِلٰۤى اَهْلِهَا ۙ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kejujuran dan tanggung jawab dalam memilih pemimpin yang layak memikul amanah rakyat. Pemilihan pemimpin bukan hanya sekadar urusan politik, melainkan tanggung jawab moral yang memiliki konsekuensi dunia dan akhirat. Islam menuntut setiap Muslim untuk memilih pemimpin berdasarkan kriteria yang sesuai dengan ajaran agama, yakni kejujuran, keadilan, kemampuan, dan integritas, bukan berdasarkan pertimbangan yang dangkal seperti uang, suap, atau ikatan primordialisme—yaitu hubungan berdasarkan suku, kekerabatan, atau kelompok tertentu.

Kaum Muslimin yang mulia.
Rasulullah SAW mengingatkan kita dalam sebuah hadits,
إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
"Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR. Bukhari).

Hadits ini dengan tegas menunjukkan betapa besar dampak negatif dari memilih pemimpin tanpa memperhatikan kompetensi, kejujuran, dan integritas. Ketika suatu tanggung jawab diserahkan kepada orang yang tidak ahli atau tidak memiliki kemampuan yang memadai, hal tersebut akan membawa kerugian besar bagi masyarakat. Pemimpin yang tidak kompeten akan membuat keputusan yang keliru, tidak bijaksana, dan cenderung menyimpang dari prinsip-prinsip keadilan. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan ketidakstabilan, kerusakan, dan kehancuran dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun agama.

Hadirin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah
Memilih pemimpin karena uang atau politik uang (money politics) bukan hanya merusak sistem demokrasi, tetapi juga mengkhianati amanah yang telah Allah titipkan kepada setiap individu. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an,
وَلَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ 
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil..." (QS. Al-Baqarah: 188), yang juga berlaku dalam konteks politik.

Politik uang merupakan salah satu bentuk korupsi yang paling merusak, tidak hanya menghancurkan integritas masyarakat, tetapi juga membahayakan masa depan bangsa. Praktik politik uang melibatkan pemberian atau penerimaan suap dalam proses pemilihan pemimpin, baik itu berupa uang, hadiah, atau janji proyek, dengan tujuan memengaruhi suara dan dukungan. Tindakan ini merusak nilai-nilai demokrasi, karena pemimpin yang terpilih bukan berdasarkan kapasitas, kompetensi, atau integritasnya, melainkan karena kekuatan materi yang ia miliki untuk membeli suara. Ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan prinsip keadilan yang menjadi fondasi dari sistem politik yang sehat.

Lebih jauh lagi, politik uang menciptakan siklus korupsi yang berkelanjutan, di mana mereka yang terpilih merasa berhak untuk memanfaatkan jabatan mereka guna mengganti uang yang mereka keluarkan selama kampanye. Hal ini pada akhirnya memperburuk situasi korupsi di negara tersebut dan membuat rakyat semakin menderita. Maka dari itu, politik uang tidak hanya menghancurkan proses pemilihan pemimpin yang adil, tetapi juga menjerumuskan bangsa ke dalam ketidakstabilan, ketidakadilan, dan kemunduran.

Hadirin Jama'ah Jum'at yang mulia.
Selain itu, memilih pemimpin karena ikatan primordialisme, seperti fanatisme suku, ras, atau kelompok, juga dilarang dalam Islam. Allah menegaskan bahwa kriteria kepemimpinan tidak ditentukan oleh latar belakang etnis atau kekerabatan, melainkan oleh ketakwaan dan kemampuan. Sebagaimana firman Allah,
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ 
"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa..." (QS. Al-Hujurat: 13). Dengan demikian, umat Islam harus memilih pemimpin berdasarkan nilai-nilai kebaikan, ketakwaan, dan kemampuan untuk memimpin dengan adil dan bijaksana, demi terciptanya masyarakat yang makmur dan diridhai oleh Allah SWT.

Jama'ah Jum'at yang terhormat.
Selanjutnya pemanfaatan hoaks dan fitnah dalam kampanye bukan hanya merupakan tindakan tercela secara moral, tetapi juga merupakan kejahatan besar serta dosa besar dalam pandangan Islam. Hoaks, yang berarti penyebaran berita palsu, dan fitnah, yang bermaksud menjatuhkan martabat atau merusak nama baik seseorang dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar, adalah bentuk manipulasi yang merusak tatanan sosial dan menciptakan perpecahan di tengah masyarakat. Dalam konteks kampanye politik, penggunaan hoaks dan fitnah bertujuan untuk menyesatkan pemilih dan menghancurkan reputasi lawan politik dengan cara yang tidak adil, yang pada akhirnya merusak proses demokrasi yang seharusnya berjalan jujur dan bersih.

Islam sangat menentang segala bentuk kebohongan dan fitnah, karena dampaknya begitu besar dalam merusak hubungan sosial, menimbulkan kebencian, dan bahkan memicu konflik berkepanjangan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ جَآءَكُمْ فَا سِقٌ   بِۢنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْۤا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِۢجَهَا لَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya..." (QS. Al-Hujurat: 6).

Ayat ini secara tegas menekankan pentingnya melakukan verifikasi informasi sebelum menyebarkannya, terutama jika informasi tersebut berasal dari sumber yang tidak terpercaya. Dalam konteks masyarakat yang semakin dipenuhi oleh arus informasi yang cepat dan terkadang tidak akurat, kewajiban untuk memeriksa kebenaran suatu berita menjadi semakin mendesak. Islam mengajarkan kepada kita untuk bersikap jujur dan berhati-hati dalam menyebarkan informasi, agar tidak menimbulkan kerusakan, ketidakadilan, dan konflik di antara sesama.

Kewaspadaan dalam menyebarkan informasi juga merupakan bagian dari etika komunikasi yang harus dimiliki setiap Muslim. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَلَا تَقْفُ مَا لَـيْسَ لَـكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗ اِنَّ السَّمْعَ وَا لْبَصَرَ وَا لْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰٓئِكَ كَا نَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban." (QS. Al-Isra: 36).

Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap kata dan tindakan yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, termasuk informasi yang kita sebarkan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyaring setiap informasi dan memastikan bahwa apa yang kita bagikan adalah kebenaran, demi menjaga keharmonisan dan keadilan dalam masyarakat.

Hadirin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah.
Di akhir khutbah ini, khatib ingin menekankan bahwa menjaga integritas dan kejujuran dalam proses pemilu adalah bagian integral dari kewajiban moral umat Islam. Islam mengajarkan kita untuk selalu menegakkan keadilan dan menolak segala bentuk penipuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ranah politik. Memilih pemimpin yang benar dan adil bukan hanya sebuah kewajiban, melainkan juga merupakan ibadah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Dalam konteks ini, setiap pilihan yang kita ambil memiliki konsekuensi yang besar, tidak hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga untuk masyarakat luas. Terlibat dalam kecurangan pemilu, baik sebagai pelaku maupun sebagai penonton, merupakan pelanggaran berat yang dapat merusak keharmonisan masyarakat serta mengancam keutuhan bangsa. Kecurangan ini tidak hanya mencederai proses demokrasi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga pemerintahan.

Oleh karena itu, marilah kita berkomitmen untuk senantiasa memilih dengan bijak, memperhatikan karakter dan integritas calon pemimpin, serta berusaha untuk menciptakan lingkungan politik yang bersih dan transparan. Semoga kita semua, beserta daerah kita ini, dijauhkan dari segala bentuk keburukan dan kejahatan, serta diberi petunjuk untuk senantiasa berada di jalan yang benar.

أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم، ولسائر المسلمين من كل ذنب، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم