Khutbah Jum'at, 06 September 2024 TOLERANSI BERAGAMA YANG MERUSAK: KETIKA NILAI-NILAI ISLAM DIPINGGIRKAN



DESEMBRI, SH, MA
Advokat/Pengacara pada Kantor Advokat Penyeimbang

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ

Jama'ah Jum'at Rahimakumullah
Mengawali khutbah ini, marilah kita senantiasa memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan memperbanyak rasa syukur dalam hati dan perbuatan. Rasa syukur merupakan refleksi dari pengakuan kita atas segala nikmat yang Allah berikan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 7 :
وَاِ ذْ تَاَ ذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَ زِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَا بِيْ لَشَدِيْدٌ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."

Selain itu, penting bagi kita untuk menanamkan dalam jiwa kecintaan yang mendalam kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam. Kecintaan ini bukan hanya sekadar rasa hormat, melainkan manifestasi dari iman yang sempurna, sebagaimana sabda beliau :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ رواه البخاري
"Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia." (HR. Bukhari).
Salah satu bentuk konkret kecintaan ini adalah dengan memperbanyak shalawat kepada beliau, sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur'an :
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ ۗ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Al-Ahzab: 56). 

Hadirin Jama'ah Jum'at yang mulia dan dimuliakan
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan kesetaraan. Sejak awal, ajaran Nabi Muhammad ﷺ telah memperkenalkan konsep toleransi antar umat beragama dengan mengutamakan penghormatan terhadap martabat manusia tanpa memandang suku, ras, ataupun jenis kelamin. Dalam Khutbah Wada', Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh asal-usul suku, warna kulit, atau gender, melainkan oleh ketakwaan dan amal saleh. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an :
يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu" (QS. Al-Hujurat: 13).

Namun, meskipun Islam mempromosikan toleransi, agama ini juga memiliki batasan-batasan yang tegas, terutama terkait dengan aqidah. Dalam konteks ini, toleransi bukanlah alasan untuk mengorbankan prinsip-prinsip dasar keyakinan. Islam tidak berkompromi dalam hal aqidah, dan ada wilayah-wilayah tertentu yang tidak bisa disesuaikan dengan pemikiran atau ideologi apapun. Oleh karena itu, prinsip moderasi beragama dan toleransi yang sering diagungkan saat ini harus dilihat dalam kerangka yang benar, yakni saling menghormati tanpa merusak atau mengubah inti dari keyakinan agama itu sendiri.

Ironisnya, dalam beberapa tahun terakhir, kita sering menyaksikan toleransi beragama yang justru merusak nilai-nilai Islam. Toleransi yang seharusnya menjadi jalan untuk menjaga keharmonisan, malah dipakai untuk mereduksi ajaran-ajaran agama. Misalnya, praktek mengucapkan salam kebangsaan yang menggabungkan ucapan salam dari berbagai agama dalam satu pidato pejabat publik. Hal ini terlihat seolah-olah positif, namun di sisi lain, mencampurkan salam dari berbagai agama tanpa memahami makna masing-masing justru bisa merusak esensi dari ajaran Islam.

Hadirin jama'ah Jum'at Rahimakumullah
Contoh lain dari pengorbanan nilai-nilai Islam atas nama toleransi adalah pelarangan pakaian muslimah di berbagai institusi. Kasus terbaru adalah larangan anggota Paskibraka perempuan untuk mengenakan hijab dalam upacara kenegaraan pada tahun 2024. Larangan ini akhirnya dicabut setelah mendapatkan protes keras dari masyarakat. Hijab adalah bagian dari syariat Islam yang tidak bisa dikompromikan, sebagaimana Allah SWT berfirman,
يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَا جِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَا بِيْبِهِنَّ ۗ 
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. Al-Ahzab: 59).

Kemudian, baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan imbauan kepada lembaga penyiaran untuk mengganti tayangan adzan Maghrib dengan teks berjalan pada tanggal 5 September 2024, demi memberikan ruang bagi siaran Misa Paus Fransiskus. Keputusan ini mengundang keresahan di kalangan umat Islam, yang melihatnya sebagai bentuk marginalisasi terhadap ibadah mereka. Adzan, yang merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam, memiliki kedudukan penting dalam Islam dan tidak seharusnya diabaikan demi alasan apapun. Tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk mengutamakan kelompok tertentu dan menafikan yang lain. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan yang seharusnya dipegang oleh setiap pemerintah. Dalam Islam, keadilan adalah salah satu pilar utama dalam kehidupan sosial. Allah SWT berfirman,
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِا لْعَدْلِ وَا لْاِ حْسَا نِ 
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan...” (QS. An-Nahl: 90).
Karenanya, pemerintah harus lebih bijak dan peka terhadap sensitivitas agama sebelum mengambil keputusan yang berpotensi memecah belah masyarakat.

Hadirin yang terhormat.
Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana seharusnya umatnya bersikap terhadap pemeluk agama lain. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman :
لَـكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku" (QS. Al-Kafirun: 6).
Ayat ini menegaskan bahwa Islam menghormati kebebasan beragama, namun tetap menjaga agar aqidah Islam tidak bercampur dengan keyakinan lain. Maka, toleransi harus dipahami sebagai sikap saling menghormati, bukan mengorbankan prinsip.

Toleransi yang merusak adalah ketika nilai-nilai inti agama Islam dipinggirkan demi menyesuaikan dengan budaya atau kepercayaan lain. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menghargai perbedaan, namun tidak berarti kita harus merelakan nilai-nilai aqidah kita terkompromi. Rasulullah ﷺ memberikan teladan dalam hal ini dengan tetap berinteraksi dengan non-Muslim, namun beliau tidak pernah merelakan prinsip-prinsip Islam diganggu gugat.

Oleh karena itu, moderasi dan toleransi tidak boleh menjadi alasan untuk merusak esensi ajaran agama. Umat Islam harus selalu waspada terhadap bentuk-bentuk toleransi yang justru menggerogoti nilai-nilai Islam. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam mampu menjaga harmoni antar umat beragama tanpa harus mengorbankan prinsip aqidah.

Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi umat Islam untuk terus memperdalam pemahaman tentang ajaran agamanya, sehingga mampu membedakan mana bentuk toleransi yang sesuai dengan ajaran Islam, dan mana yang justru merusak.

Hadirin jama'ah Jum'at Rahimakumullah.
Di penghujung khutbah ini, khatib mengajak kita semua untuk memahami bahwa Islam bukanlah agama yang anti terhadap toleransi. Islam justru menekankan pentingnya hidup berdampingan secara damai dengan menghormati perbedaan. Namun, perlu diingat bahwa toleransi bukanlah alasan untuk membiarkan hal-hal yang justru mereduksi atau mengerdilkan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri. Toleransi yang benar adalah menjaga keseimbangan antara menghormati keyakinan orang lain tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Islam.

Khatib mengajak seluruh elemen masyarakat di negeri ini, baik umat Islam, pemerintah, maupun umat beragama lainnya, untuk terus mengembangkan sikap saling menghormati dan menjaga kerukunan. Hal ini sangat penting agar negeri kita tetap aman, damai, dan terhindar dari perpecahan. Semoga khutbah singkat ini dapat menjadi pengingat yang bermakna bagi kita semua, mendorong kita untuk terus menegakkan nilai-nilai keadilan, persaudaraan, dan kebersamaan demi kebaikan bersama.

أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل الله منا ومنكم تلاوته، إنه هو السميع العليم