MENELISIK SITUASI NEGERI, APAKAH BANGSA INI SEDANG BAIK-BAIK SAJA?

Khutbah Jum'at oleh 
DESEMBRI, SH, MA, CPrM, CPM, CPA, CPC, CPArb, CAM (Advokat/Pengacara di Kantor Pengacara/Advokat PENYEIMBANG)

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ، لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ
أٓما بعد، فيا أيها الناس اتقوا الله، أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون
فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : 
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah, Zat Yang Maha Kuasa, yang dengan kasih sayang-Nya, kita masih dapat menghirup udara di bumi yang merdeka ini. Di tengah segala tantangan dan upaya dari berbagai pihak yang mencoba menggoyahkan aqidah dan keyakinan kita, Dia tetap melindungi dan membimbing kita. Shalawat dan salam tak terhingga kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, sang teladan sejati yang telah membawa kemerdekaan bagi manusia, kemerdekaan dari penyembahan atas sesama manusia, kepada penyembahan hanya pada Allah Sang Maha Pencipta

Kaum Muslimin Rahimakumullah
Selama lebih dari tiga setengah abad, bangsa kita, Indonesia, terkungkung dalam cengkeraman penjajahan bangsa Eropa. Dari tanah yang teraniaya ini, bangkitlah sosok-sosok perkasa yang kemudian menjadi pahlawan nasional. Nama-nama mereka tidak asing di telinga kita: Cik Di Tiro, Cut Nyak Dien, Pattimura, Tuanku Imam Bonjol, Diponegoro, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hampir keseluruhan dari mereka adalah tokoh-tokoh Islam, yang dengan teriakan "Takbir!" dan semboyan "Merdeka atau Mati," mengorbankan segalanya demi kebebasan bangsa. Hidup mulia dalam kemerdekaan atau mati syahid menjadi semboyan yang membakar semangat perjuangan rakyat.

Dalam riak perlawanan ini, takbir yang menggema di setiap medan perang bukanlah sekadar pekik, tetapi manifestasi dari keimanan yang mendalam. Allah berfirman dalam Al-Qur'an,

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَا ثْبُتُوْا وَا ذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah banyak-banyak (berzikir dan berdoa) agar kamu beruntung." (QS. Al-Anfal 8: Ayat 45)

Seiring waktu, muncul pula nama-nama besar seperti Sutan Syahrir, Buya Hamka, Mohammad Natsir, Agus Salim, dan Ki Bagus Hadikusumo, yang turut memperjuangkan kemerdekaan dengan cara mereka masing-masing. Mereka adalah sosok-sosok yang bukan hanya memahami betapa pentingnya kebebasan, tetapi juga bagaimana nilai-nilai Islam dapat menjadi fondasi yang kokoh bagi bangsa yang merdeka. Bersama-sama, mereka berjuang untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, mengangkat harkat dan martabat bangsa dari penjajahan yang panjang dan menyakitkan.

Ketika kemerdekaan semakin dekat, peran para tokoh muslim semakin jelas terlihat. Mereka tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik, tetapi juga dalam perjuangan ideologis, menyusun Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Amanat besar ini, yang diemban oleh para tokoh Islam, adalah bagian dari upaya mereka untuk menciptakan bangsa yang adil dan makmur di bawah naungan ridha Allah.

Atas perjuangan umat Islam yang begitu gigih, wajar jika muncul kalimat "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa" dalam pembukaan UUD 1945. Kalimat ini bukan sekadar kata-kata, tetapi merupakan pengakuan dan wujud syukur atas campur tangan Ilahi dalam sejarah panjang bangsa ini. Dalam hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad dengan isnad sahih)

Ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk hidup merdeka, baik secara individu maupun sebagai bangsa, telah menjadi api yang membakar semangat perjuangan. Kebebasan adalah hak yang tidak bisa ditawar, sebagaimana Islam mengajarkan umatnya untuk tidak tunduk kepada selain Allah. Oleh karena itu, Islam dan umatnya telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kemerdekaan bangsa ini. Namun, ironi terjadi ketika setelah merdeka, umat Islam dan ajaran agamanya justru dihadapkan pada kebijakan-kebijakan yang seolah memusuhi mereka.

Kaum muslimin yang terhormat.
Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menjadi dasar kehidupan berbangsa, harus dijaga dan dipelihara dengan baik dalam keragaman ini. Sebagai umat yang beriman, kita harus terus mengingatkan bahwa segala kebijakan dan tindakan harus berpijak pada nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa. Rasulullah SAW bersabda, "Agama adalah nasehat." (HR. Muslim).

Namun, yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Berbagai kebijakan yang lahir menunjukkan pengkhianatan terhadap norma-norma Pancasila itu sendiri. Salah satu contohnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang di dalamnya terdapat pasal yang mengatur penyediaan dan pendistribusian alat kontrasepsi kepada remaja dan anak usia sekolah. Kebijakan ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa, apalagi dengan ajaran agama Islam. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).

Tidak hanya itu, kebijakan yang melarang anggota Paskibraka untuk mengenakan jilbab saat pelantikan oleh presiden juga telah melukai hati umat Islam. Walaupun kemudian setelah viral, kebijakan yang sedianya berlaku sampai pelaksanaan upacara tersebut diubah, tetapi tindakan awal tersebut menunjukkan betapa lemahnya pemahaman terhadap hak-hak keagamaan umat Islam. Pada saat yang sama, beredar pula isu bahwa Kementerian Agama akan menerapkan kebijakan baru terkait pakaian bagi ASN wanita di lingkungan kementerian tersebut, yang tidak lagi memperbolehkan pakaian panjang yang menutup panggul. Jika isu ini benar, maka kita sedang menyaksikan upaya sistematis untuk melenyapkan simbol-simbol Islam di negeri ini.

Sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, kita harus kembali kepada nilai-nilai yang telah menjadi dasar perjuangan kemerdekaan. Islam mengajarkan kita untuk menjadi umat yang kuat, mandiri, dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kini, saatnya kita menguatkan kembali barisan, melawan segala bentuk upaya yang ingin meruntuhkan fondasi keimanan dan kebebasan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata. Allah SWT berfirman,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْۤا اَنْصَا رَ اللّٰهِ 
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah." QS. As-Saff 61: Ayat 14)

Sebelumnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِـئُـوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَ فْوَاهِهِمْ 
"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka." (QS. As-Saff 61: Ayat 8)

Hadirin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah.
Dalam situasi seperti ini, kita layak bertanya dengan penuh keprihatinan: Apakah bangsa ini masih dalam keadaan yang baik-baik saja? Pertanyaan ini bukan sekadar retorika, melainkan panggilan untuk merenung dalam-dalam. Adakah nilai-nilai luhur yang selama ini menjadi pijakan, mulai tergeser oleh arus ideologi yang mengancam keutuhan bangsa? Ideologi yang mungkin berusaha menghapuskan Pancasila, terutama sila pertama yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai fondasi kehidupan bernegara.

Jika memang demikian adanya, maka setiap insan Muslim harus bangkit, seperti halnya para pejuang terdahulu yang berjuang merebut kemerdekaan dari cengkeraman penjajah. Mereka tidak pernah surut dalam memperjuangkan hak-hak kemerdekaan, karena keyakinan bahwa tiada yang lebih mulia daripada hidup dalam kebebasan dan kebenaran. Firman Allah dalam Al-Qur'an,

وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَا دِهٖ ۗ 

"Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya" (QS. Al-Hajj: 78)

Namun, jihad kita di era ini mungkin tidak menuntut kita untuk mengangkat senjata seperti dahulu. Tantangan yang kita hadapi adalah jihad dalam bentuk yang berbeda: menggunakan harta yang kita miliki untuk memperbaiki akhlak bangsa ini, dan menyuarakan kebenaran di setiap platform media sosial yang kita punya. Media sosial, telah menjadi senjata baru di era digital ini, harus kita manfaatkan untuk menolak segala aturan yang sesat dan menyesatkan. Rasulullah SAW bersabda,

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim).

Hadirin kaum muslimin jama'ah Jum'at yang mulia.

Lebih dari itu, setiap interaksi yang kita lakukan dengan anak-anak, keponakan, dan keluarga harus dijadikan momen untuk mengingatkan mereka tentang pentingnya merdeka dari segala bentuk penjajahan, baik fisik maupun spiritual. Kita harus menanamkan dalam diri mereka kesadaran akan bahaya penyembahan kepada sesama manusia, dan pentingnya menjunjung tinggi ketauhidan. Sebab, hakikat merdeka bukan hanya terbebas dari penjajahan kolonial, tetapi juga dari perbudakan pikiran dan hati yang membawa pada kesesatan.

Marilah kita jadikan setiap langkah sebagai perjuangan menuju bangsa yang berdaulat di bawah naungan nilai-nilai Ilahi. Sebab, kemerdekaan sejati hanya bisa diraih ketika kita memegang teguh ajaran agama dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam setiap gerak dan langkah kita. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَ نْفُسِهِمْ ۗ 
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 11)

Hadirin Rahimakumullah.
Di penghujung khutbah ini, izinkanlah khatib mengajak kita semua untuk memperkokoh keyakinan kita terhadap Islam, agama yang penuh rahmat dan petunjuk. Marilah kita tunjukkan rasa kasih sayang kepada bangsa ini dengan turut menjaga dan melindunginya dari segala bentuk penjajahan, terutama penjajahan spiritual yang merusak akhlak dan moral. Kita harus sadar bahwa penjajahan yang paling berbahaya bukanlah yang tampak secara fisik, melainkan yang merasuki jiwa dan merusak hati nurani.

Merawat bangsa ini berarti merawat akhlak generasi penerusnya, karena masa depan bangsa terletak di tangan mereka. Jika generasi kita kokoh dalam akhlak yang mulia, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar, kuat, dan disegani. Sebaliknya, jika kita abai dalam mendidik akhlak anak-anak kita, maka kehancuranlah yang akan menghampiri. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dan filsuf Muslim yang hidup pada abad ke-14. Dalam karyanya Muqaddimah, ia menulis: "Keutamaan akhlak merupakan sebab utama kejayaan suatu bangsa, dan keruntuhan akhlak adalah awal dari kehancuran peradaban." Kata-kata ini adalah cerminan dari kenyataan sejarah, bahwa kekuatan sebuah bangsa tidak hanya diukur dari kekayaan atau kekuatan militer, tetapi dari moralitas dan karakter yang dimiliki rakyatnya.

Di akhir khutbah ini, khatib mengajak kita semua untuk tidak hanya menjadi penonton dalam sejarah, tetapi menjadi pelaku yang aktif berkontribusi dalam memperbaiki akhlak bangsa. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam setiap langkah, dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang istiqamah dalam kebaikan, sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang jaya di dunia dan mulia di akhirat.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل الله منا ومنكم تلاوته، إنه هو السميع العليم