Adalah Aku
Di antara sekat-sekat senyap, adalah ia nan disebut asa
Tersudut di ruang paling sunyi, nan disebut hati
Dalam pekat, secercah sinar hadir bernama harap
Ah, sama saja
Aku tak pandai merangkai kias atau pun diksi
Nan kutahu, jemariku kadang demikian lincah menari
Menjejakkan beberapa kisah dalam bait puisi
Kemudian terkubur tanpa pernah kujambangi
Aku hanya pejalan sunyi, jua penikmat sepi
Kekata nan terucap tak selalu berbunyi
Terkadang hanya berupa pekik jemari
Tak bernada, tapi menggema di ruang ilusi
Seribu mata menatap tak sama
Manusia langka; kata mereka
Aku riuh dalam tawa tak bernada
Kemudian kembali memilih tak bersuara
Andai saja debar ini mampu didengar
Barangkali riuh seiring hingar
Aku, duniaku, adalah aku nan tak menipu
Karya : Sherly
_____
( Kota Biru, 20 Februari '24 )
*Lembar Usang*
By Sherly Af
Seuntai sajak menari tiada jeda
Memaksa diri memetik nada sumbang
Dalam ruang kepala, tak tentu irama
Hingga sejenak memanggil bimbang
Seiring detik berdetak
Kutemukan kisah usang terserak
Mengutip beberapa lembar berdebu
Membacanya, dan tiba-tiba disambangi rindu
Embus angin di sudut teras menyapa
Sayup terdengar gemerisik daun di cabang pohon
Seolah hendak berkata: masih tersimpankah ia di sukma?
Aku menggeleng lemah, nan tersimpan hanya penggal duka
Lalu pekik jangkrik membantah, katanya ini dusta
Tak lantas kujawab iya
Nyatanya memang tak mudah untuk melupa
Tak apalah dunia tertawa menghina
Sebab benar, melupa tak semudah kedip mata
Biar saja sesekali lembar usang terbaca kembali
Bendungan runtuh, tak coba kuratapi
_____
Kota Biru, 20 Februari '24
SAJAK - SAJAK FADLI RIANSYAH SIKUMBANG
Puisi Payakumbuh
Sepertinya banyak duka yang terselip di
Payahkumbuh mu itu
Yang kau bawa ke stasiun stasiun sepi
Dan
Kau sendirian menunggu Tuhan disana
Ingin mengadu tentang sunyi yang tertangkap badai
Tentang cinta yang lebih merah dari senja
Tentang kunangkunang kecilmu
Yang kapalnya kau karamkan
Di laut kenangan
Tentang negerimu yang tak hentihenti-nya
Menabur luka
Atau
Tentang sebuah perjalanan yang menuju kematian
Ah, sebenarnya apa yang kau cemaskan?
Hidup
Aku
Setiap hari berkeliling,
menghirup udara
menikmati sinar matahari
Membeli kopi pahit nan wangi
Tak lupa tembakau,
Ada di jari, merasakan Aku hidup
Kehidupan berjalan. Aku ikut - ikutan
Tak perlu sikut - sikutan
Cukup bagiku kopi,
tembakau
dan kamu yang tersenyum
Tentang lain - lain
Cukup nikmati aroma kopi
dan saksikan hidup dalam kepulan asap tembakau
Aku ini
titisan Rendra
Diasuh Chairil
dan dibesarkan oleh Iwan Fals !
Tapi deretan nama - nama itu
Tak ada arti bila tak ada kopi, tembakau dan kamu ...
Bila semua itu ku sebut, ku tulis
Maka tak kan berakhir puisi ini
malam ini
inspirasi hadir
Tigoselo, 6/2