Foto ilustrasi pertanian oleh Redaksi |
Tajuk RencanaOleh Fadli Riansyah Putra
SagoNews.com -
Indonesia hingga saat ini dikenal sebagai negara agraris, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Faktor alam juga mendukung. Namun kenyataan petani kita hidup dalam ketidak pastian adalah nyata, fluktuasi harga yang datang secara tiba - tiba, belum lagi langkanya pupuk sebagai bahan utama memproduksi komoditi pertanian.
Baiklah, pertama kita urai masalah fluktuasi harga, hal ini bagaikan hantu bagi petani. Tak banyak dari mereka yang mampu memprediksi kapan harga akan naik disaat panen, disini posisi petani dihadapkan bagai seorang peramal, bahkan pejudi yang mempertaruhkan segalanya untuk mencari untung yang tak pasti.
Keberadaan pemerintah disini sangat dibutuhkan, bukan untuk memberi pelatihan yang hanya menambah beban anggaran, namun untuk memberikan kepastian harga. Apa susuahnya memberikan daftar harga komoditi pertanian? Apalagi sekarang sudah didukung oleh teknologi yang semakin canggih. Pemerintah bisa saja mengeluarkan daftar harga setiap sekali tiga bulan.
Misalnya untuk komoditi A dihargai Rp. 3.000,- dalam waktu Januari hingga Maret. Begitu juga dengan harga komoditi lainnya, sehingga petani tidak perlu susah lagi memikirkan harga saat mereka panen, petani tinggal meningkatkan produksi sesuai dengan komoditi yang mereka kuasai dan minati, bukan lagi meramal - ramal harga dan memaksakan menanam apa yang tidak mereka kuasai.
Jika terjadi lonjakan produksi melebihi permintaan pasar, apa yang harus dilakukan ? Sudah saatnya pemerintah memikirkan pengolahan pasca panen, diantaranya bisa dengan mendirikan terminal agribisnis yang bisa menyimpan komoditi pertanian, melakukan pengolahan lanjutan hasil pertanian. Dalam hal ini pemerintah juga bisa menggandeng pengepul - pengepul yang ada untuk membuat itu. Sehingga sama - sama untung.
Kedua, petani kita juga harus diberikan jaminan panen, ketika panen merugi karena berbagai faktor, ada jaminan dari pemerintah untuk mengembalikan modal mereka. Sehingga para petani, bisa terus mengembangkan usaha tani nya. Bisa dikembalikan setelah panen berhasil.
Jika itu dilakukan tentu ketahanan pangan akan terjaga dan swasembada pangan akan terlaksana, terlepas dari berbagai persoalan politik yang menjadi beban pemerintah. Hal semacam itu bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, provinsi dan apalagi pemerintah pusat.
Ketiga, persoalan pupuk bersubsidi, kelangkaan nya terjadi bukan karena stok yang diberikan pemerintah yang kurang, namun karena ulah permainan beberapa oknum, mulai dari permainan distributor perusahaan, hingga permainan oknum ditingkat bawah. Sudah saatnya pemerintah membuat kepastian hukum tentang fluktuasi harga dan tentang pupuk bersubsidi tinggal menegakkan hukum yang telah ada.