Logo lembaga FORMAT |
Limapuluh Kota, SagoNews.com - Forum masyarakat terdampak tol (Format) di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Merupakan gabungan dari pemilik tanah dan bangunan yang akan dilalui oleh rencana pembangunan tol Padang - Pekanbaru.
Lembaga Format sejak tahun 2020 telah melakukan berbagai upaya untuk menjelaskan kepada PT. Hutama Karya (HK) bahwa rencana rencana pembangunan tol di Kabupaten Limapuluh Kota perlu dirubah, karena melewati pemukiman padat penduduk. Selain itu yang paling penting menurut Format adalah, akan menghilangkan entitas budaya di Lima Nagari yang direncanakan akan dilewati jalur tol tersebut.
Menurut perwakilan Format kepada media ini, Ezi Fitriana, nilai - nilai adat dan budaya yang telah dibangun sejak lama itu tidak bisa digantikan dengan harga apapun. "Jika tanah pusako tinggi telah menjadi tanah pemerintah, atau tanah investor dengan jalan ganti rugi atau istilahnya ganti untung / laba, maka hilanglah warisan leluhur sekian abad lalu. Dampaknya bisa hilangnya kaum pasukuan itu, karena antara Soko (gelar adat / identitas - red) dan Pusoko (harta warisan) tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Minangkabau," sebutnya Jum'at malam (26/2).
Di Jorong Tigo Balai Nagari Lubuak Batingkok sendiri, ada dua pasukuan (kaum) yang akan hilang bila tol tetap dipaksakan melalui trase 1 itu, Sebut Ezi. Menurutnya ada beberapa hal yang perlu didudukkan bersama dalam rangka mencari benang merah persoalan tol di Kabupaten Limapuluh Kota.
Peta jalur tol di Limapuluh kota dan alternatifnya |
Pertama, trase nya dirubah, jangan melalui pemukiman penduduk. "Bagi masyarakat disini, ada history dan kenangan masa lampau yang tak bisa diganti dengan uang. Seperti pandam pakuburan, rumah tua, rumah gadang, dan aset adat lainnya," sebut Ezi.
Kedua, jangan melewati tempat ibadah. "Surau, mesjid, mushalla dan sejenisnya bagi masyarakat Minangkabau adalah salah satu syarat bermukim, karena menjunjung tinggi falsafah Adat Basandi Syara', Syara' basandi Kitabullah," imbuhnya.
Ketiga, jangan melewati balai adat dan aset - aset budaya lainnya. Masih menurut Ezi Fitriana, sebenarnya kami orang - orang yang cinta dengan negara, kami tidak ingin merongrong kebijakan negara. Makanya kami sangat kecewa ketika negara melakukan pembangunan yang tidak menghiraukan prinsip - prinsip keadilan.
Menurutnya, "jalan tol merupakan percepatan pembangunan, tapi kenapa saat pembangunan ada yang dirugikan. Seharusnya negara memberikan keuntungan untuk orang banyak tapi tidak merugikan orang yang sedikit. Jika itu soal biaya, maka sangat aneh untuk pembangunan jalan tol. Kalau tidak mempunyai biaya yang cukup untuk memenuhi kehendak minoritas rakyat, seperti mengalihkan jalur. Jangan membangun tol," ungkapnya.
Ezi Fitriana bersama Format nampaknya ingin duduk bersama dengan pihak perencana jalan tol, karena masih banyak alternatif - alternatif yang mungkin tidak merugikan salah satu individu seperti dirinya.
"Coba dikaji ulang, dicarikan solusinya. Kami siap menampung siapa saja yang peduli dengan negara dan masyarakat untuk berdiskusi secara terbuka, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan atau diadu domba," pungkas Ezi Fitriana.
(frp)