Direktur SBLF Riset & Konsultan Edo Andrson |
Pilkada serentak kali ini, khususnya di Sumbar jadi kuburan lembaga survei nasional. Hasil survei yang katanya kredibel meleset jauh dari perkiraan. Para calon yang awalnya pede dengan hasil survei, malah takangkang. Hasil hitung cepat dan hasil survei jauh panggang dari api. "Kekacauan" Pilkada kali ini, menurut saya salah satunya disebabkan ketidakredibelan lembaga survei yang dipercaya pasangan calon. Fenomena ini bisa jadi bahan pembelajaran dan riset ke depannya. Sumbar itu memang beda.
Dua hari belakangan saya mencari tahu metode dan pola survei yang dilakukan tim riset lembaga-lembaga itu. Kesimpulannya, quality control ternyata sangat lemah, seabrek parameter yang diterapkan tidak terjangkau. Mereka lupa parameter tiap daerah berbeda. Tidak bisa disama-samakan. Dipaksakan. Hasilnya jungkir balik. Pasangan calon kena getah dari tidak terkontrolnya kualitas mereka.
Sebaliknya, Lembaga survei Sumatera Barat Leadership Forum (SBLF) kembali menunjukkan hasil jitunya. Terlihat jelas pada Pilgub Sumbar dan Pilkada Limapuluh Kota, hasil surveinya nyaris akurat. SBLF nampak paham teritorial dan tidak ujuk - ujuk paham parameter. Hebat!
Jika disandingkan hasil survei SBLF pada akhir november 2020 yang menunjukkan angka 31,38 persen, nyaris mendekati hasil real count Safari pada 9 Desember 2020 yaitu menang diangka 34,1 persen. Hal itu membuat SBLF mendapat pujian dan layak direkomendasikan.