Ilustrasi oleh Redaksi Sagonews.com |
Oleh : Fadli Riansyah Putra
Owner Kopi Sago (Sago Green Coffee & Roasted Coffee)
SagoNews.com - Sejak tahun 2018 saya mulai menikmati kopi murni, kopi yang diroasting tanpa campuran apa - apa, rasanya sungguh aduhai, mencandu. Karena itu, rasa penasaran saya mengarahkan untuk memproduksi kopi murni juga, namun tak mudah. Butuh banyak sekolah, belajar kepada mereka yang ahli dan bersertifikat khusus dunia kopi.
Saya mencintai dunia kopi, bagaikan kumbang mencari sekuntum bunga. Sehari saja tak bertemu sajian kopi murni, hampa dunia ini terasa. Malahan sudah ada 5 episode novel yang saya tulis, temanya seputar kopi dan kehidupan. Judulnya Dera.
Dera merupakan bahasa lain dari cambuk atau siksa, namun itulah kisah yang suatu hari nanti bisa anda baca. Hari ini cukup kita bercerita seputar kopi, berjelas - jelas tentangnya. Karena meminum kopi adalah satu nikmat yang tak cukup dirasakan enaknya saja, perlu disyukuri dan dipuji.
Hari ini, ketika dunia dihebohkan oleh pandemi virus corona (covid19) saya melihat tranding dalgona kopi di facebook, whatsapp, instagram, youtube dan twitter rasanya hati ini siksa. Pasalnya, tranding tersebut tak ada alasan untuk membuat hati saya senang. Ibu - ibu di rumah dengan amat tega telah menyuruh suaminya mencari bahan baku membuat dalgona kopi. Sedangkan untuk makan saja, belum tentu 4 sehat 5 sempurna 6 istimewa.
Barangkali media sosial benar - benar telah menghilangkan prinsip hidup, bahwa tak semua keinginan, kenikmatan dan kemewahan dapat kita rasakan. Ah, lagi - lagi belum saatnya kita berbicara soal kehidupan. Karena bicara dalgona kopi dan kopi murni saja, bisa menghabiskan waktu berbulan - bulan.
Bagi saya kemurnian kopi itu penting, karena tuntutan jiwa yang fitrah ini meminta agar dikasih yang murni - murni, yang tulus - tulus dan tanpa embel - embel lain. Hakikat jiwa adalah fitrah, hakikat kopi adalah murni. Begitu pendeknya.
Tentang Dalgona Kopi
Begini, kalau kopinya sachetan, pas dituang ke air panas sudah tinggal sedikit ampasnya tanpa disaring, itu bukanlah kopi murni. Melainkan ekstrak kopi, maksudnya produk itu sudah mengandung zat - zat kopi, seperti cafein, air, perasa dan aroma kimia. Jadi jauh dari kemurnian biji kopi yang dihasilkan oleh petani - petani.
Jika dijelaskan lebih rinci, bakalan tambah rumit dan dirasa tak perlu. Cukup kita - kita aja yang tahu. Bahwa semua pecinta kopi, selama bertahun - tahun telah mengkampanyekan agar meminum kopi murni, karena baik untuk kesehatan. Sedangkan kopi sachetan banyak efek samping dan efek simpangnya, setelah meminum kopi sachet dalam jumlah banyak akan terasa gejala - gejala lain di tubuh. Seperti magh, sesak nafas dan macam - macam.
Kemudian kopi sachetan juga mempunyai pemasok arang, sebagai bahan tambahan. Arang itu dipoles dengan zat - zat kimia tadi. Cobalah pembaca nongkrong di pelabuhan Bakauhuni atau Merak, akan bertemu dengan kontainer yang membawa arang, sesekali cobalah telusuri kemana ia akan membawa arangnya. Arang yang dimaksud kebanyakan dari pohon - pohon bakau, atau pohon hutan. Bukan arang batok kelapa atau briket.
Nah, dari sana penulis menuliskan opini ini. Memang cara menikmati (lidah) masing - masing kita mempunyai perbedaan. Namun soal rasa (hati), saya harap kita semua sama, ada rasa peduli, rasa marah, rasa iba, rasa benci, rasa cinta dan juga rasa lain - lain. Pilihannya sederhana, mau tetap selalu dikungkung rasa sachetan atau rasa kemurnian?
Menurut barista dan pemilik cafe di Payakumbuh, dalgona kopi itu juga bisa dibuat dari kopi murni. Susunya susu murni, gulanya gula murni dan cream nya cream murni. Sesekali cobalah, jangan bangga dengan produk olahan ala pabrikan yang sebenarnya kapitalis, tapi banggalah ketika meminum kopi murni, yang dihasilkan oleh petani, roaster dan barista asli Indonesia. (*)