Sagonews.com - Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita bangsa, memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara dimasa mendatang. Diharapkan mereka kelak dapat memikul tanggung jawab itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara fisik, mental, sosial maupun spiritual, mereka perlu mendapatkan hak nya dengan baik.
Penulis : M. Ariful Fikri (Ketua PC Himpunan Mahasiswa Al Washliyah Kota Payakumbuh)
Sebagian besar orang tua memilih sistem reward dan punishment, bila anak berbuat nakal maka orang tua akan menghukumnya. Akan tetapi hukuman yang sering kali dipilih adalah berupa hukuman fisik ketika anak melakukan kesalahan. Pengaruh media massa pada saat ini sangatlah
berperan pada terjadinya tindak kekerasan, yaitu mulai dari audio visual dan cetak, menyusupkan berbagai macam tindak kekerasan dalam sajian mereka. Dulu, masyarakat hanya dapat menyaksikan kekerasan ketika mereka dapat menonton televisi yang menayangkan tindak kekerasan.
Namun saat ini, setiap orang dapat menyaksikan tindak kekerasan dalam tayangan seperti berita kriminalitas, sinetron yang menayangkan adegan-adegan kekerasan dari orang tua yang menyiksa anaknya sendiri dalam mendidik anak maupun istrinya. Tayangan sinetron ini membuat masyarakat berkecenderungan untuk meniru apa yang mereka tonton untuk mendisiplinkan seorang anak melalui cara kekerasan.
Disamping pengaruh media massa, ada fenomena istilah pewarisan antar generasi sering ditemui di masyarakat. Dimana orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anaknya, dimasa lalu pernah mengalami didikan seperti itu dari orang tua hingga didikan melalui kekerasan itu tertanam dalam dirinya dan kemudian dilakukan ketika mereka menjadi orang tua. Terjadinya kekerasan terhadap anak
dalam rumah tangga atau keluarga, akibat dari rapuhnya tatanan keluarga. Karakteristik tatanan keluarga yang rapuh diantaranya adalah ketidakmampuan orang tua dalam mendidik anak dengan sebaik-baiknya, yaitu tidak muncul nya perhatian, kelembutan dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Ruang keluarga yang dihiasi oleh suasana pertengkaran, perselisihan dan permusuhan adalah sumber terjadinya kekerasan.
Laporan “Global Report 2017: Ending Violence in Childhood” mencatat 73,7 % anak Indonesia berusia 1–14 tahun mengalami kekerasan fisik dan agresi psikologis di rumah sebagai upaya pendisiplinan (violent discipline). Angka ini menunjukkan kekerasan pada anak di Indonesia masuk pada tahap memprihatinkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratna Dewi Anggraini di Situbondo Jawa Timur, kekerasan terhadap anak memiliki dampak yang begitu menakutkan. Dampak kekerasan terhadap fisik, dampak kekerasan terhadap psikis dan sosial.
Dampak kekerasan terhadap fisik diperoleh temuan bahwa, dari kekerasan yang dialami seorang anak dampak yang dirasakan bisa berupa rasa sakit secara fisik yaitu luka-luka, benjolan ditubuhnya, memar, dan ada juga dampak yang dirasakan anak yaitu malu bertemu dengan orang lain. Dampak kekerasan terhadap psikis anak berupa sikap anak yang menarik diri dari lingkup rumah tangganya, kata-kata kasar yang selalu diterimanya itu menjadi kebiasaan sendiri untuk berbicara seperti itu. Yang paling menakutkan adalah anak memiliki rasa ketakutan yang tinggi sehingga akan mengasingkan diri dari orang banyak, jika kondisi ini dibiarkan terus menerus maka anak secara perlahan akan mengalami gangguan kejiwaan.
Masalah ini tentu memerlukan perhatian yang serius dalam menghadapi nya. Bagi orang tua diharapkan untuk lebih menahan diri tidak melakukan kekerasan terhadap anak. Banyak cara yang lebih manusiawi untuk mendidik generasi penerus yang menjadi harapan bangsa. Buang persepsi bahwa kekerasan terhadap anak bisa membuat anak lebih disiplin. Persepsi ini salah besar. Pemikiran primitif ini harus dihilangkan. Anak bukan peliharaan yang bisa dipukul untuk mengajarinya. Tetapi anak adalah aset masa depan keluarga. Pemerintah diharapkan juga melakukan sosialisasi pada masyarakat tentang pola asuh pada anak, sehingga dalam pengasuhan dan pendidikan tidak dikenal lagi yang namanya kekerasan!